Transportasi Publik Gratis : Mau Mau Mau?

Transportasi Publik Gratis : Mau Mau Mau?

(Antara Kebijakan Publik dan Penjualan Mobil Baru)

Dasar pemikiran : Dilema antara penjualan kendaraan pribadi yang grafiknya terus meroket dengan rasio jalan yang tidak sebanding, plus stress public yakni inefisiensi waktu dan inefektifitas perjalanan dan kesehatan lingkungan karena masalah polusi dan kemacetan

Idea : Transportasi Publik Gratis
Ide ini sangat mungkin, dg asumsi aman, nyaman, murah terjangkau, jumlah mencukupi rasio pengguna angkutan dan mudah diakses alias praktis tdk antri, serta menjangkau titik2 terjauh hunian penduduk di satu wilayah.

Masalah yg mungkin muncul : ketika semua org sama2 pakai alat transport yg sama, maka kepadatan akan pindah, ke halte2 tranportasi public, spt antrian busway di jam pergi n pulang kerja di tahun 2000-an awal di DKI.

Perilaku konsumen berubah
Ketika semua org memarkir mobilnya di rumah, maka timbul inefisiensi, pertanyaannya lantas buat apa punya mobil kalau semua bs pake transport umum?
Dan ketika mobil2 pribadi dipakai pada saat yg sama yakni hari libur, maka disitulah terjadinya kepadatan baru.

Tren Produksi otomotif berubah
Jika masalahnya dalah kepadatan, maka setelah banyaknya n adanya transport umum akan semakin padat, terutama saat liburan. Jadi, semua bs saja berfikir u menghentikan pembelian kendaraan pribadi.
Jika ini terjadi, maka penjualan dan produksi otomotif kendaraan pribadi menurun, digantikan dg produksi kendaraan umum.
Artinya, ada perubahan pendapatan produsen otomotif dari perubahan trend pasar sehingga produksi berubah ke alat transportasi massal seperti bis, kapal, kereta api, monorail, taxi, waterway, dan semacamnya.
Hal ini jika di asumsikan dengan penggunaan sumber energi kendaraan di luar BBM, seperti listrik, jika hal ini terjadi aka akan semakin baik ceritanya.

Tren Pembiayaan Operasional transportasi berubah
Dengan semakin banyaknya angkutan public, ini artinya makin banyak orang yang berada di fasilitas public dalam rentang waktu yang lebih lama, semakin banyak mata, semakin banyak pikiran, semakin banyak peluang interaksi dan transaksi, maka pembiayaan transportasi yang dulunya harus ditanggung oleh pengguna angkutan (user) mungkin nanti akan ditanggung oleh pemasang iklan baik itu produsen, pemerintah, parpol, individu, atau LSM/NGO, thus, angkutan umum gratis bisa sangat dimungkinkan, setidaknya hampir gratis karena jika harus bayar pun tarifnya akan sangat murah karena disubsidi sebagian besar oleh pemasang iklan. Berkaitan dengan itu, industri display dan kreatifitas periklanan pun akan semakin maju.
Hal ini analogis dengan industri televisi/radio di mana semua biayanya ditanggung oleh pemasang iklan, sehingga public bisa menikmati siaran gratis yang bermutu.

Perlakuan pemerintah berubah
Pendapatan pemerintah juga akan berubah dari penerimaan pajak kendaraan pribadi ke kendaraan umum plus pajak reklame. Apalagi jika diikuti dengan pelarangan pemakaian kendaraan pribadi di area tertentu.
Pemakaian BBM juga menurun, sehingga permintaan BBM menurun, akhirnya, harga minyak turun, dan minyak bukan lagi barang yg begitu berharga, karena bukan salah satu kebutuhan pribadi. Disisi lain, pengeluan pemerintah untuk subsidi BBM juga turun, sehingga bisa dialihkan untuk pengadaan dan OM (operation and maintenance) public transport.

Masyarakat semakin sehat :
Polusi berkurang, udara makin bersih, karena selain BBM sebagian besar transport umum pakai gas (BBG) dan listrik. Hal ini ditambah lagi dengan semakin terbukanya jalan bagi pemakai sepeda dan pejalan kaki sehingga semakin banyak yang berjalan kaki dan menggunakan sepeda, efeknya industri penjualan alas kaki jalan dan sepeda beserta outfit pendukungnya semakin meningkat.

Pertanyaannya : Pesimis atau optimis ?
Pemerintah mau tidak? Karena banyak kepentingan yang akan dikorbankan, mulai dari produsen minyak hulu ke hilir, importer, oknum aparat yg biasa makan uang setoran bos2 produsen mobil, penerimaan pajak kendaraan, produsen mobil dan rantai hulu ke hilirnya, karyawan mereka yang kehilangan potensi penghasilan, pekerjaan, dll.
Mau tidak pemerintah melepas kepentingan jangka pendek untuk sesuatu yang sifatnya jangka panjang?

Intinya dari masalah kepadatan, polusi, stress publik, kesehatan umum, inefisiensi waktu n biaya, biaya tinggi untuk subsidi ke efisiensi public, pribadi, penurunan polusi, hingga kesehatan umum.

Kedengarannya seperti mimpi, ya, mimpi yang terhitung dengan resikonya, dan namanya mimpi memang bukan jangka pendek. Akan tetap jadi mimpi jika para dewa di negeri ini hanya mengurusi soal jangka panjang dengan solusi jangka pendek.

Ketika dewa2 di lembaga2 negara pemegang kunci mengambil keputusan jangka panjang untuk hal ini, kira2 apa yg menjadi pertimbangan mereka? (yang notabene dibatasi oleh yang namanya UMUR JABATAN yang Cuma maksimal 5 tahun) 🙂

Apa yg bisa dilakukan pemerintah yg mau berpihak ke publik?
Kalau saya juga yang harus menjawab mending saya yang jadi pemerintah 😀
Or at least, pemerintah musti bayar saya untuk menjawabnya 😛

created : 22 juli 2008

Leave a comment